Gagal Ginjal. Pffft...

Kemaren baru udah hemodialisa (lagi).
Dengan tarikan air 3liter, QB 200, dan dengan rencana waktu 4 jam ternyata cuma sanggup bertahan 3:30 menit. Sejak 30 menit pertama badan udah kerasa aneh, rasanya temperatur mesin untuk darah terlalu panas. Hasilnya tenggorakan dan seluruh telapak tangan kaki berasa panas. Tapi karena mesinnya gak bunyi ngiung-ngiung, aku pikir mungkin cuma perasaan aja. Sampai akhirnya di jam ke 3. Panasnya makin kerasa dan langsung minta diskon waktu 30 menit lagi. Padahal standar minimal hemodialisa itu 4,5 jam. Jadi total diskon hari ini sampe 1 jam. Semoga aja si ureumnya kebuang deh walaupun cuma dicuci 3,5 jam. Biarlah dengan kuasa dan campur tangan Allah ureumnya normal post HD, hehe.

Setip hari selalu ada drama di ruang hemodialisa. Kemaren, direntang waktu 3,5 jam HD, ada 3 pasien baru. 2 dari 3 pasien datang dari ruang ICU. 1 lagi datang dari ruang UGD. 3-3 nya berusia sekitar 30-50 tahun, bapak-bapak. Seperti umumnya pasien yang datang dari ICU. Infus dan selang sudah masuk ke mulut. Seluruh badan dan kaki sudah bengkak penuh dengan air. Bapak A datang pertama, dari teriakan kesakitannya, dia sudah mulai memasuki penurunan kesadaran, racun sepertinya sudah menjalar sampai otak. Banyak bahasa dan kalimat tidak nyambung yang ia keluarkan. Ia mengerang kesakitan setiap 30 detik sekali. Bapak B datang dengan tabung oksigen yang sama seperti bapak A. Beliau sudah koma dan nafasnya megap-megap. Dadanya naik turun dengan sangat kencang. Ah, aku sudah beberapa kali lihat yang seperti ini. Dan biasanya...... Terakhir bapak ketiga yang datang dari UGD datang dengan kondisi yang jauh lebih baik. Ia hanya didorong kursi roda oleh petugas, walaupun masih dengan selang oksigen. Jarang jarang ada yang masuk cuci darah pertama masih bisa duduk di kursi roda. Minggu kemarin juga ada 2 pasien baru berusia muda, 15 tahun dan 18 tahun. Yang berumur 15 tahun masih SMP kelas 2, katanya si adek doyan minum minuman berenergi kalau main futsal tiap hari. Sedangkan yang adek umur 18 tahun ini aku gak tanya penyebabnya. Yang jelas hari itu bukan hari yang bersahabat buat dia, sebut saja namanya Ria. Ria ini gagal ditusuk jarum fistula sebanyak 5 kali. Karena pembuluh darahnya masih sangat kecil, jadi perawat kesulitan masukin jarum tusuk yang besarnya kaya sedotan minuman. Saya aja yang cuma ditusuk dua kali rasa sakitnya baru hilang setelah 10 sampai setengah jam. Kadang kalau lagi salah posisi bisa sampai selesai cuci baru hilang sakitnya. Eh, si Ria sampai 7 kali tusuk baru berhasil. Sabar ya Ria..

Flashback 10 bulan yang lalu. Saya termasuk pasien yang masuk ruangan hemodialisa lewat jalur UGD(Alhamdulillah bukan ICU) dengan bantuan bed, oksigen, dan dua kantong darah. Itu saja rasanya sudah rasa sakaratul maut yah. Jadi saya bukan termasuk pasien kebanyakan (ICU) ataupun pasien jarang-jarang(pake kursi roda). Memang sakit gagal ginjal ini perlu diwaspadai. Gagal ginjal ini silent disease, diam diam mematikan. Kalau baru grade 1-3 rasanya hampir tidak ada keluhan. Keluhan mulai terasa dan berjalan sangat cepat ketika sudah di grade 4-5. Dan pada tahap itu tidak ada pengobatan lain selain cuci darah, capd, atau transplantasi. Tidak ada penyembuhnya untuk kembali ke kondisi semula. Semuanya bersifat mempertahankan. Malah cuci darah cenderung merusak ginjal karena ginjal jadi tambah manja dan malas untuk kerja.

Ada beberapa pasien yang beruntung yang tidak perlu masuk ruang HD lewat jalur UGD atau ICU. Contohnya dulu ada salah satu bapak yang nemenin istrinya cek kandungan, iseng minta di tensi. Pas cek tensi ketahuanlah tensinya tinggi. Dan ketika dilanjut tes darah, ternyata tensi nya tinggi karena ginjalnya sudah bermasalah. Nah, bapak ini termasuk pasien langka yang masuk ruang hemodialisa dari ruang poli kandungan, hehe. Ada juga yang cek darah karena mau minta rujukan kesehatan untuk masuk kerja. Setelah di tes ternyata ada penurunan fungsi ginjal dari hasil ureum dan kreatinin, Alhasil bukannya dapat kerja malah dapat jatah sakit. Ada juga yang memang sudah hipertensi atau diabetes sejak lama dan sudah diingatkan bahwa penggunaan obat selama bertahun tahun akan meningkatkan resiko gaga ginjal. Salah satu sesepuh saya di Hidup Ginjal Muda sudah diprediksi akan cuci darah dalam beberapa bulan lagi. Tapi ia memilih untuk diet konservatif, diet protein, gila-gilaan. Kalau selera daging ayam aja cuma dikunyah terus dibuang. Hidupnya terasa begitu menderita selama 4 tahun menjalani diet konservatif itu. Karena mau tidak mau, ginjalnya ini terus memburuk dan memburuk. Dibawah pengawasan dokterpun ginjalnya tetap tidak bisa dipertahankan. Sampai akhirnya dia menyerah dan merelakan cuci darah. Memang pilihan cuci darah juga tidak pernah enak, tapi paling tidak dia bisa makan protein hewani.


Kalau sudah gagal ginjal kronis. Pengobatan medis harus segera dilakukan. Jangan coba-coba alternatif deh. Nyesel sendiri ntar, atau malah nggak sempet nyesel karena keburu eng... Beberapa teman yang hanya alternatif tapi tidak dibarengi cuci darah, hasilnya rata-rata akan sama. Maaf.. kembali ke yang Kuasa. Mau sampai kapan bertahan dengan racun di seluruh peredaran darah? Mau sampai kapan bertahan dengan air yang tertimbun di badan kaya sapi glonggongan? Mau sampai kapan nahan sesak karena paru paru sudah terendam air?


Ini dia yang ngebuat saya miris beberapa hari ini. Di tempat alternatif saya yang dulu(karena sekarang saya nggak mau berobat kesana lagi), ada adik bayi usia 7 bulan. Namanya Dwi, didiagnosis ggk karena sindrom nefrotik. Sayangnya, setelah diberi rujukan untuk pengobatan di Jakarta oleh dokter di Bengkulu 3 hari yang lalu. Si Ibu malah memilih untuk mengobati anaknya di alternatif tempat saya pijit itu. Entah hasutan dari siapa si Ibu merasa anaknya tidak akan sehat kalau dipegang dokter dan berharap alternatif ini bakal nyembuhin si Dwi. Pertama kali ketemu Dwi, sekitar 4 hari yang lalu. Aku kaget karena perut, dada, dan kakinya sudah bengkak gelembung oleh air. Saya tahu rasanya pasti sakit, pasti pedih. Di bawah pusar dan di kaki banyak biru-biru bekas pijatan yang dipaksakan. Si adek udah megap-megap. Kata Ibunya, air pipis Dwi sudah lebih banyak setelah di pijit. Tapi dengan kondisi badan masih segembung itu dan makanan Dwi hanya ASI, jelas tetap tidak seimbang kan? Dwi ini korban dari ketidak tahuan keluarganya. Dwi korban dari keegoisan alternatif yang merasa mampu ngobatin sakitnya Dwi. Dwi cuma bisa nangis dan megap-megap. Aku pelan-pelang bilang ke Ibunya. "Bu.. kasian, adeknya ini udah sesak. Airnya kayaknya udah di paru-paru. Saya tahu bu rasanya sesak air seperti apa. Belum lagi efek racun bu, walaupun adek pipis, tapi yang keluar hanya air, racun tetap ada di badan adeknya. Kalau tidak dikeluarkan bisa bahaya. Ibu  silahkan berobat ke alternatif, tapi jangan sampai nggak ke medis bu, nanti dokter pasti punya obat buat bantu keluarin racun di badan adek."

Si Ibu sih kayaknya mulai mikir ya, cuma karena aku udah gak dua ke alternatif lagi sejak dua hari ini, jadi aku gak tau kondisi terakhir Dwi. Harapanku semoga Ibunya Dwi kebuka pikirannya biar mau ngobatin anaknya ke dokter.


Dan, kemarin, setelah beres beres mau pulang. Istri dari bapak B tiba tiba histeris. Si Bapak B ternyata sudah dilepaskan dari segala rasa sakit ketika mesin cuci darah baru berjalan 5 menit. Dia ternyata nggak perlu hemodialisa. Allah sudah membebaskannya dari ikatan mesin cuci darah. Sedang Bapak A dan Bapak C masih harus terus berjuang bersama saya dan pejuang ginjal lainnya.


Terakhir,
Yang kuat ya Dwi.
Ada Allah disamping Dwi. Ada saya, bapak A, Bapak C, adek 15, adek 18 dan survivor dyalisis lainnya :)

Komentar

  1. Mbak Tika.... paragrafnya rasanya terlalu panjang2 deh..!! Jadi agak susah bacanya.... Penggalian ceritanya aku suka, udah dapet.... Terus berkarya mbak !!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer