Pentingkah Marga bagi saya? Tidak!


Masih berkelebat banyak hal ganjil di Bengkulu. Rasanya memang tidak ingin pulang ke Jogja lagi. Saya benar-benar candu keluarga. Belum lagi kesehatan nenek, ah.. semoga beliau semakin sehat, amin. Ya, saya candu keluarga, candu bagaimana bisa tertawa, berbelanja dan masak bersama mama, mendengarkan ceramah ayah yang sekarang bersahabat karib dengan imam masjid dekat rumah. 

Tapi satu hal yang harus saya tegaskan sepulang saya ke Bengkulu tahun ini. Saya benci dengan kebanggaan Marga. Benci sampai darah daging lepas dari tulang saya. Biarlah marga saya tetap menjadi nama belakang yang tidak perlu tertulis. Kalau dengan marga itu seseorang bisa dengan sangat bangga, biarlah saya ambil nama ayah dan datuk saya tanpa nama Marga.

Macam yahudi saja! peduli kronis dengan garis keturunan. 

Saya mendengus sinis orang-orang yang bangga dengan garis keturunan. Hey, siapa yang bisa memilih dari rahim dan garis keturunan mana dia dilahirkan. Hey, siapa yang bisa menolak dari rahim dan garis keturunan mana dia dilahirkan. Keturunan bukan jaminan bung! Celakalah orang yang terlalu berbangga terhadap leluhur diatasnya! Karena ia memiliki kesempatan memandang remeh yang berbeda silsilah keluarga.

hey, hey, tapi jangan lah panas dingin yang berpasang marga dibelakang namanya. Bukan saya iri karena tak punya, saya punya, tapi yang saya kesalkan adalah kebanggaan yang berlebih-lebihan pada garis keturunan. Saya pun tak tahu menau kalau saya ditakdirkan lahir dari ayah yang ayahnya adalah ketua pasirah. Ketua Pasirah adalah ucapan untuk Ketua Marga. Dan tanpa saya minta, kakek saya Pesirah Bermani. Lantas? apa saya harus pasang nama Tika Musfita Bermani? atau Tika Musfita Muslim Ma'ah Bermani? 

Saya yang masih bau kencur saja malu menumpang nama datuk saya. Malu, seperti tak punya prestasi sendiri. Dan saya yang kecil, beringus, jalan masih belum lurus ini, murka kalau karena harta yang tak seberapa, dirinya seperti tak punya kuasa untuk bisa pasang nama marga dibelakang namanya. Wahai saudara-saudaraku yang miskin harta tapi kaya jiwa. Biarlah kalian sampaikan saja do'a untuk datuk lewat tengadah tangan setelah shalat wajib dan sunnah. Biarlah kalian ucapkan nama dan marga datuk tiap kalian meminta keselamatan akhirat untuk datuk di alam kubur sana. Biarlah datuk tenang melihat tak ada yang tak dianggap anak hanya karena tak punya harta untuk sebuah marga.

Sedih saya melihat wajah anak yang tak diakui marganya hanya lantaran marga seperti sebuah lekatan untuk yang sudah berpesta besar saja. Saya mencintai keluarga saya, bukan karena marga. Tapi karena mereka, orang-orang yang tak ingin kaya, tapi bahagia tanpa keberatan nama.
nama saya tetap sama : Tika Musfita.

Komentar

Postingan Populer