tak berpemilikan

Aku tahu sekarang kosong.
Aku tahu semakin kusut.
Bukan lagi sebagai tisu, bukan penenang, bukan lagi yang mampu membuatku bahagia.
Hari semakin berat. Penyesalan beruntutan datang.
Memang tak perlu terucap, karna apa yang aku dapatkan.. Menjawab semua yang ingin aku yakinkan.
Ingin melepaskan semuanya. Sampai ke akar akarnya. Susah, tapi akan kucoba.
Tak ada faedahnya. Tak pernah saling mendukung. Apa gunanya?
Ya. Hubungan selalu jadi penghambat.
Ia tak bisa sebebas ia membahagiakan orang lain.
Ia tak bisa bersikap baik seperti ia menyikapi orang lain.
Dan aku yakin semuanya hanya alasan saja.
Ia tidak bisa berlaku adil.

Dan selalu aku tumbalnya. Sampai aku merasa bagian orang terlaknat di dunia ini.
Aku sakit. Sesakit lebih dari sakit apapun.
Aku membuat sakit ini sampai hancur lebur.

Aku sampai tak bisa merasakan apa apa.
Aku menjadi pesakitan.
Sakitnya tak terbilang.

Dan dia bilang aku tak pernah membenarkan kebaikannya.
Dia salah, seseorang yang hatinya telah terluka. tak kan sembuh semudah ia mengulangi kesalahannya.

Ah, terlalu gampang membuatnya melupakan semuanya.
Hanya dengan sanjungan dari orang lain,dan sanjunganku hanya sampah dimatanya.

Ya, kau jenuh.
Tapi aku jauh lebih jenuh denganmu.
Jenuh melihat kau jenuh memandangku.
Berat tersenyum kau analog kan dengan keikhlasan.
Berat menjadi yang menyenangkan kau analogkan dengan bunga mekar yang butuh proses.

Cukup.
Cukup aku kau jadikan seperti ini.
Nanahnya telah menyentuh kelopak mata.
Pekakku sudah jauh dari telinga.
Aku ingin bebas.


apa yang kalian pikirkan dengan puisi ini?
t-e-r-l-a-l-u


semoga yang menulis mendapatkan ketabahan :)

Komentar

Postingan Populer